STUDI TENTANG SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA BAKTERI



Abstrak

          Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikroba yang dapat disintesis dengan cara fermentasi glukosa menggunakan bakteri. Monosakarida lain, disakarida, oligosakarida, alkohol, gliserol, piruvat dan asam organik dapat dijadikan sumber karbon dalam sintesis selulosa bakteri. Acetobacter  memiliki efisiensi yang paling tinggi dibandingkan genus lain dalam pembentukan selulosa meskipun genus lain juga dapat digunakan dalam fermentasi. Struktur senyawa dari selulosa bakteri dapat diidentifikasi menggunakan Attenuated Total Reflectance Fourier Transfrmo Infrared Spectroscopy (FTIR-ATR), Fourier Transform Infrared Spectroscopy by Grazing-angle Attenuated Total Reflection (FTIR-GATR) dan Ultraviolet–visible spectroscopy (UV-Vis). Sifat termal selulosa bakteri dapat dilakukan dengan metode Differntial Thermal Analysis (DTA),  Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Thermogravimetric Analysis (TGA). Derajat kristalinitas selulosa bakteri dapat ditentukan menggunakan analisis X-ray Diffraction (XRD). Struktur permukaan selulosa bakteri dapat dilihat menggunkan analisis Scanning Slectron Microscopy (SEM).

Kata Kunci  : selulosa bakteri, Acetobacter, sifat termal, sifat mekanik, XRD, SEM
I.      PENDAHULUAN
I.1   Latar belakang
Selulosa merupakan suatu biopolimer yang keberadaannya sangat melimpah di bumi. Selolosa juga dikenal sebagai komponen utama dari massa tumbuhan yang dapat diekstrak secara sederhana dari tumbuhan. Polimer ini biasanya ditemukan di alam dalam keadaan berikatan dengan polisakarida lain misalnya hemiselulosa, lignin atau silan sebagai percabangan. Proses pemurnian selulosa dari zat pengotor ini sangatlah sulit. Polimer ini harus melewati proses kimia menggunakan asam kuat dan basa kuat yang tidak ramah lingkungan ( Sun, 2008 dalam Esa, 2014).
Selulosa sering digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas, bahan tekstil, industri makanan, biomaterial kosmetik dan obat (Bielecki, 2005). Banyaknya aplikasi selulosa dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan kebutuhan akan selulosa meningkat dari waktu ke waktu. Bila kebutuhan selulosa meningkat maka konsumsi kayu sebagai bahan dasar pembuatan selulosa dari tanaman juga akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan khususnya penggundulan hutan akibat penebangan pohon besar-besaran. Oleh karena itu dibutuhkan bahan dasar atau metode lain yang dapat digunakan sebagai sumber alternatif bahan selulosa.
Telah ada penelitian yang menemukan bahwa selain diekstrak dari tanaman atau dari limbah tanaman, selulosa juga dapat disintesis dengan menggunakan bakteri yang biasa disebut selulosa bakteri sebagai sumber alternatif bahan selulosa. Selulosa bakteri pertama kali ditemukan oleh Brown pada tahun 1988. Brown menggunakan bakteri Acetobacter xylinum dalam penelitiannya mensintesis extracellular gelatonious mat dan menemukan adanya mantel atau kulit tipis yang secara kimia strukturnya menyerupai dengan selulosa tumbuhan. Penemuan Brown tersebut membuktikan bahwa dengan adanya oksigen dan sumber glukosa, sel-sel dari bakteri tersebut dapat membentuk selulosa yang sering disebut selulosa bakteri.
Formula dari selulosa bakteri (C6H10O5)n sama dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan, namun secara fisika dan kimia berbeda. Selulosa bakteri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan selulosa dari tumbuhan, misalnya selolusa bakteri dapat disintesis dengan kemurnian yang lebih tinggi, memiliki derajat polimerisasi dan indeks kristalin yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan selulosa dari tumbuhan. Oleh karena itu selulosa bakteri ini lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Chawla et al,. 2008).
Serat dari selulosa bakteri memiliki ketebalan seratus kali lebih tipis dibanding selulosa yang berasal dari tumbuhan. Serat ini merupakan bahan berpori yang sangat bagus dan memiliki tensile strength yang tinggi sehingga dapat diaplikasikan pada bidang medis dimanfaatkan untuk bahan penutup luka dan juga dapat dipakai sebagai bahan pembuat pembuluh darah buatan karena memiliki kerangka jaringan dan hidrofilisitas yang baik. Kemiripan dengan karakteristik kulit manusia yang memiliki daya serap air yang tinggi, membuat selulosa bakteri ini dapat diaplikasikan untuk bahan pengganti kulit sementara pada perawatan luka bakar yang serius (Ciechanska, 2004).
Untuk memahami lebih lanjut tentang selulosa bakteri dan sifat fisiknya, maka pada kajian ini akan dibahas tentang biosintesis selulosa dan karakterisasinya.
II.       PEMBAHASAN
II.1    Struktur Selulosa Bakteri
Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikroba yang dapat disintesis dengan cara fermentasi glukosa menggunakan bakteri. Struktur kimia seluloasa bakteri sama dengan selulosa dari tumbuhan yang tersusun oleh D-glukosa memalui ikatan β-1-4-antar untit-unit glukosa. Perbedaan dari kedua jenis selulosa dapat dilihat dari bentuk seratnya yang 100 kali lebih kecil dari serat selulosa yang berasal dari tumbuhan (Chawla et al,. 2009; Gayathry and Gopalaswamy, 2014).
Gambar 1. Serat selulose bakteri (kiri) dan serat selulosa tumbuhan (kanan) (Gao et al,. 2011).
Gugus-gugus glukosa pada selulosa bakteri saling berikatan dengan adanya gugus hidroksi yang akan mengalami intra- dan inter- ikatan hidrogen membentuk struktur jaringan ikatan silang. Ikatan hidrogen intratulang punggung serat akan menyebabkan selulosa bakteri ini memiliki struktur tiga dimensi serat berukuran nano dengan struktur yang sangat rapi dan teratur sehingga membentuk daerah kristalin (Chawla et al,. 2009)
Gambar 2. Ikatan inter- dan intra- hidrogen pada selulosa bakteri (Festucci-Buselli et,al,. 2007)

II.2  Sintesis Selulosa Bakteri
Hampir semua zat atau semua senyawa yang mengandung karbohidrat dapat dijadikan sumber karbon dari sintesis selulosa bakteri. Limbah yang banyak mengandung karbohidrat pun dapat digunakan sebagai media sintesis selulosa bakteri . Limbah rumah tangga seperti air sisa rebusan kedelai ( Utami dan Rohaeti, 2014), limbah cair ketela pohon (Malik dan Rohaeti, 2014), dan limbah dari ubi jalar (Kusumastuti dan Rohaeti, 2014)
Biasanya selulosa bakteri disintesis menggunakan glukosa sebagai penyedia atom karbon, namun ternyata selulosa bakteri juga dapat disintesisi mengunakan monosakarida dengan 5 atau 6 karbon, oligosakarida, pati, alkohol dan asam organik. Fruktosa dan gliserol dapat menghasilkan selulosa bakteri yang hampir mirip dengan hasil selulosa bakteri dari glukosa. Sintesis menggunakan galaktosa atau silosa menghasilkan hasil yang lebih sedikit dibandingkan dari glukosa, hal ini mungkin disebabkan karena pertumbuhannya yang sangat lambat (Keshk, 2014).
Salah satu universitas di Jepang telah menemukan bahwa sintesis selulosa bakteri dari D-arbitol dapat menghasilkan selulosa bakteri enam kali lebih banyak dari pada hasil dari sintesis menggunakan D-glukosa. D-arbitol menjadi sumber karbon yang sangat efektif untuk mensintesis selulosa karbon (Keshk, 2014). Namun karena harga jual D-glukosa lebih murah dan mudah diperoleh dibandingkan dengan D-arbitol maka D-glukosa sering dipakai untuk mensintesis selulosa bakteri dengan biaya yang murah.
Selulosa bakteri dapat diperoleh dari fermentasi glukosa oleh bakteri. Bakteri dari berbagai genus dapat digunakaan dalam sintesis selulosa bakteri walaupun Acetobacter merupakan genus yang paling sering dipakai dan paling efisien dalam sintesis selulosa ini. Acetobacter  khususnya spesies A. Xylium dapat mengkonversi berbagai senyawa karbon seperti heksosa, gliserol, dihidroksi aseton, piruvat dan asam organik menjadi selulosa dengan efisiensi mencapai 50% (Bielecki et al,. 2005). Tiap-tiap genus dapat membentuk berbagai jenis struktur polimer berbeda meskipun mekanisme pembuatannya menggunakan cara yang sama seperti pembuatan selulosa bakteri dari Acetobacter. Berikut ini tabel yang memperlihatkan perbedaan struktur selulosa yang disintesis menggunakan berbagai genus bakteri (Jonas and Farah, 1998).
Genus
Struktur Selulosa
Acetobacter
Kulit tipis ekstraseluler yang terdiri dari pita-pita
Achromobacter
Serat
Aerobacter
Serat
Agrobacter
Serat pendek
Alcalignes
Serat
Pseudomonas
Serat yang tidak jelas
Rhizobium
Serat pendek
Sarcina
Selulosa bersifat amorf
Zoogloea
Belum teridentifikasi
Tabel 1. Bakteri yang digunakan untuk mensintesis selulosa (Bielecki et al., 2005)
Sintesis selulosa bakteri ini harus melewati beberapa tahapan  yang meliputi dua mekanisme utama yaitu pembentukan uridine diphosphoglucose (UDPGlc) yang diikuti proses polimerisasi glukosa. Pertama-tama semua jenis karbohodrat diubah bentuk menjadi glukosa oleh bakteri, kemudian glukosa melewati tahap polimerisasi menjadi glukosa-6-phospat yang dikatalisis oleh enzim glukokinase kemudian diikuti dengan tahan isomerisasi glukosa-6-phospat menjadi senyawa antara glukosa-α-1-phospat yang dikatalisis oleh phospoglukomutase. Glukosa-α-1-phospat dikonversi menjadi uridine diphosphoglucose (UDPGlc) yang dikatalisis oleh UDPGlc phosporilase. Tahapan terahir adalah pembentukan selulosa yang dikatalis oleh selulosa sintase. Keberadaan enzim selulosa sintase ini sangat penting dalam proses sintesis ini (Bielecki et al,. 2005).
Gambar 3. Proses sintesis selulosa bakteri (Bielecki et al., 2005)
II.3 Karakterisasi
II.3.1    Sifat Termal
Sifat khusus atau karakteristik untuk suatu senyawa polimer adalah sifat termalnya. Sifat termal suatu polimer dapat dianalisis dan diuji menggunakan beberapa teknik khusus antara lain Differntial Thermal Analysis (DTA),  Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Thermogravimetric Analysis (TGA)
            Differntial Thermal Analysis (DTA) merupakan analisis termal yang menggunkan refereni sebagai acuan perbandingan hasilnya. Material yang digunakan sebagai pembanding atau referensi biasanya bersifat inert (Klančnik et al,. 2009). Perbedaan temperatur sampel dan material pembanding dianalisis terhadap waktu atau temperatur sampel selama pemanasan. DTA digunakan untuk mengetahui temperatur transisi gelas (Tg), temperatur leleh (Tm), dan temperatur dekomposisi (Td).
Gambar 4. Kurva DTA selulosa bakteri (c) (Kumar et al,.2014)
            Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan jumlah energi yang dibutuhkan untuk menetralkan perbedaan temperatur antara sampel dan material pembanding. Temperatur transisi gelas (Tg) suatu polimer dapat ditentukan juga dengan metode ini  (Rohaeti, 2005).
Gambar 5. Hasil analisis DSC selulosa bakteri (Ślusarska et al., 2008)
Thermogravimetric Analysis (TGA) merupakan teknik analisis yang dilakukan dengan cara merekam berat sampel dalam kondisi pemanasan atau pendinginan dengan laju terkontrol sebagai fungsi waktu atau temperatur. Analisis kulitatif dan kuantutatif dapat dilakukan sekaligus dengan metode ini (Rohaeti, 2005). Berikut ini merupakan contoh hasil analisis TGA pada selulosa tumbuhan dan selulosa bakteri.
Gambar 6. Hasil analisis TGA selulosa bakteri dan selulosa tumbuhan (Gao et al., 2011)
II.3.2    Struktur kerangka
FTIR atau UV-Vis dapat digunakan sebagai media analisis hasil dari sintesis selulosa bakteri ini. FTIR dan UV-Vis dapat memperlihatkan apakah senyawa hasil yang diinginkan telah terbentuk atau belum dengan adanya serapan-serapan pada daerah panjang gelombang atau frekuensi tertentu. FTIR yang dapat digunakan untuk analisis struktur senyawa polimer adalah FTIR-ATR atau FTIR-GATR karena tidak perlu membentuk sampel menjadi pellet KBr. Pada spektrum FTIR-ATR biasanya akan terlihat serapan pada daerah sekitar 1820-1600 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus karbonil yang ada pada senyawa selulosa. Sedangkan pada spektrum FTIR-GATR biasanya akan emmperlihatkan serapan pada daerah 3000-3500 yang melebar dengan intensitas medium hingga small  yang merupaka serapan dari gugus hidroksi. Berikut ini beberapa contoh spektrum FTIR untu suatu selulosa bakteri.
Gambar 7. Spektrum FTIR-ATR selulosa bakteri (Ślusarska et al., 2008)
Gambar 8. Spektrum FTIR-GATR selulosa bakteri (Ślusarska et al., 2008)
II.3.3       Difraksi Sinar-X 
Proses analisis menggunakan X-ray Diffraction (XRD) adalah suatu teknik karakterisasi material yang paling tua dan sering digunakan sampai saat ini. Difraksi sinar-X dapat digunakan untuk mengetakui derajat kristalinitas dan keadaan daerah amorf dari material dengan menentukan parameter struktur kisi serta mendapatkan ukuran partikel. Pada pola difraktogram XRD yang dihasilkan selulosa bakteri biasanya akan terlihat puncak daerah kristalin dan amorf karena biasanya polimer ini bersifat semikristalin. Pola difraktogram tiap-tiap material adalah khas sehingga sangat kecil kemungkinan menemukan pola difraksi yang sama.
Gambar 9. Difraktogram selulosa bakteri dari air rebusan kedelai (Utami dan Rohaeti, 2014)


II.3.4    Analisis SEM
            Analisis dengan alat SEM ini akan menghasilkan data berupa gambar bayangan keadaan permukaan senyawa selulosa bakteri ini. Scanning Electron Microscopy (SEM) ini merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat . Berikut ini salah satu contoh gambar hasil analisis SEM suatu selulosa bakteri.
Gambar 10. Hasil analisis SEM selulosa bakteri (Torres et al,. 2012)

II.3.5   Sifat Mekanik
            Sifat mekanik yang biasanya dimiliki suatu senyawa polimer adalah kuat putus, kuat tekan dan modulus Young. Material yang berupa lembaran atau film memiliki sifat yaitu kuat lumer (yield strength), kuat putus (strength at break), perpanjangan saat putus (elongation at break) dan modulus Young.
            Kuat putus menunjukkan kekuatan akhir bahan polimer yang dihitung dari beban pada saat putus dibagi luas penampang awal spesimen polimer, atau dapat diungkapkan dalam persamaan berikut (Rohaeti, 2005)

Perpanjangan saat putus (%ε) dapat diungkapkan dalam persamaan berikut

                                                            =  x 100 %
Gambar 11. Kurva tegangan-regangan bahan polimer (Rohaeti, 2005)
III.        Penutup
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada studi, dapat disimpulkan :
1.      Senyawa selulosa bakteri dapat disintesis menggunakan berbagai macam senyawa karbon seperti monosakarida, disakarida, oligosakarida, alkohol, gliserol, piruvat dan asam organik.
2.      Berbagai genus bakteri dapat digunakan dalam sintesis selulosa bakteri ini, namun Acetobacter xylium merupakan jenis yang dapat mensintesis selulosa dengan efisiensi yang paling tinggi.
3.      Karakterisasi selulosa bakteri dapat menggunakan metode DTA, DSC, TGA, FTIR, UV-Vis, XRD dan SEM.
4.      Karakterisasi sifat mekanik selulosa bakteri dilakukan dengan cara menghitung kuat putus, perpanjangan saat putus dan modulus Young.

IV.          Daftar Pustaka
Bielecki, S., Krystynowicz, A., Turkiewicz, M., & KaliNowska, H. (2005). Bacterial Cellulose. In A. Steinbuchel (Ed), Biotechnolugy of Polymer: From Synthesis to Patents. Hlm. 321-434.
Chawla, PR, Bajaj, Ishwar B., Survase, Shrikant A., Singhal, Rhekha S. (2009). Microbial Cellulose: Fermentative production and Applications. Food Technol. Biotechnol. 47 (2). Hlm.107-124.
Ciechańska, B., Struszczyk, H., Gruzińska, K. (2004). Modification of Bacterial Cellulose . Fibers and Textile in Eastern Europe 6 No 4(23). Hlm. 61-65.
Eli Rohaeti. (2005). Kajian Tentang Sintesis Poliuretan dan karakterisasinya. Prosiding, Semnas Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta : FMIPA UNY.
Esa, Faezah., Tasirin, Siti Masrinda and Rahman, Norliza Abd. (2014). Overview of Bacterial Cellulose Production and Application. Agriculture and Agricultural Science Procedia 2. Hlm.113-119.
Festucci-Buselli, R.A, Otoni, W.C., Joshi, C.P. (2007). Structure, Organization, and Function of Cellulose Synthase Complexes Plants. Brazillian Journal of Plant Physiology 19(1).
Hesty Kusumastuti dan Eli Rohaeti. (2014).Karakteristik Selulosa Bakteri dari Limbah Cair Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Terdeposit Nanopartikel Perak. Jurnal MIPA (No 2 tahun III Vol III).
Gao, Wen-Hua, Chen, Ke-Fu, Yang, Ren-dang and Han Wen-Jia. (2011). Properties of Bacterial Cellulose and It’s Influens on The Physical Properties of Paper. BioResource 6(1). Hlm.144-153.
Gayathry, G., Gopalaswamy, G. (2014). Productiom and Characterization of Microbial Cellulose Fibre from Acetobacter xylium. Indian Journal of Fibre and Textile Reasearch No 39 .Hlm. 93-96.
Jonas, R., Farah, L.F. (1998). Production and Application of Microbial Cellulose, Polym. Degrad. Stabil. 59. Hlm.101-106.
Keshk, SMAS. (2014). Bacterial Cellulose Productiom and it’s Industrial Application. J Bioprocess Biotech Vol 4:2.
Klančnik, Grega,  Medved, Jožef, Mrvar, Primož. (2009). Differential thermal analysis (DTA) and differential scanning calorimetry (DSC) as a method of material investigation. RMZ – Materials and Geoenvironment, Vol. 57, No. 1. Hlm. 127–142.
Kumar, A., Negi, Yuvraj Singh, Choudhary, Veena and Banrdwaj, Nishi kant. (2014). Characterization of Cellulose Nanocrystal Produced by Acid-Hydrolysis from Sugarcane bagasse as Agro-Waste. J. Materials Physics and Chemistry Vol 2 No 1. Hlm. 1-8.
Putri Awaliayati Malik  dan Eli Rohaeti. (2014). Sifat Mekanik Selulosa dari Limbah Cair Ketela Pohon (Manihot utillisima Pohl.) Dideposit Nanopartikel Perak Jurnal MIPA VI. Vol 3 no 6.
Surma-Ślusarska, Barbara., Presler, S., Danielewicz, D. (2008). Characteristics of Bacterial Cellulose Obtained from Acetobacter xylium Cultur for Application in Papermaking. Fibres & Textile in Eastern Europe Vol 16 No 4. Hlm. 108-111.
Torres, Fernando G., Commeaux Solene, and Troncoso, Omar P. (2012). Biocompatibility of Bacteriak Cellulose Based Biomaterials. J.Funct. Biomater  Vol 3. Hlm. 864-878.
Restu Utami & Eli Rohaeti. (2014). Karakteristik Selulosa Bakteri dari Limbah Cair Rebusan Kedelai Terdeposit Nanopartikel Perak. Jurnal MIPA IV Vol III no 4






Comments

Popular Posts